Rabu, 05 Januari 2011

Lampu Merah dan Kesedihan

Dari Kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Jack segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan disitu cukup padat sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lenggang. Lampu berganti kuning. Hati Jack berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jack bimbang, haruskah berhenti atau terus saja. "Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil terus melaju.
Priiit ! Di seberang jalan, seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Jack menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itukan Bob, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jack agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
"Hai, Bob. Senang sekali bertemu kamu lagi!"
"Hai, Jack," jawab Bob tanpa senyum.
"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu dirumah."
"Oh ya?" Tampaknya Bob agak ragu.
Nah, bagus kalo begitu. "Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segalasesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong."
"Saya ngerti. Tapi sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini."
O-o, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jack harus ganti strategi.
"Jadi kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala." Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
"Ayo dong Jack. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu."
Dengan ketus Jack menyerahkan kartu SIM lalu masuk kedalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bob menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Bob mengetuk kaca jendela. Jack memandangi wajah Bob dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima senti sudah cukup untuk memasukkan surat tilangnya. Tanpa berkata-kata Bob kembali ke posnya.
Jack mengambil surat tilang yang diselipkan Bob di sela-sela kaca jendela.
Tapi, hei apa ini. Ternyata SIM-nya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota apa ini? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jack membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bob.

Hallo Jack,
Tahukah kamu, Jack, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, Ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang mengebut menerobos lampu merah.
Pengemudi itu dihukum penjara selama tiga bulan. Begitu bebas ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengaruniai seorang anak agar dapat kami peluk.
Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku, Jack. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah.

Bob

Jack terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bob. Namun, Bob sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang, ia mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan.
***
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons